* Pemahaman Umum
Komunikasi Politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan
politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,
pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini,
sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang
baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi
antara "yang memerintah" dan "yang diperintah".
Menurut Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah
satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik.
* Empat Distorsi
Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktek proses komunikasi politik
sering mengalami empat distorsi.
1. Distorsi bahasa sebagai "topeng"; ada euphemism (penghalusan kata);
bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda
dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkapkan Ben Anderson
(1966), "bahasa topeng".
2. Distorsi bahasa sebagai "proyek lupa"; lupa sebagai sesuatu yang
dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya
atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.
3. Distorsi bahasa sebagai "representasi"; terjadi bila kita melukiskan
sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh, gambaran buruk kaum Muslimin
dan orang-orang Arab oleh media Barat.
4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang
cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang
mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang—
monopoli politik kelompok tertentu.
Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu
sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan
pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa
yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.
* Model Komunikasi Politik
1. Model Aristoteles
Model aristoteles merupakan model yang paling klasik dalam ilmu komunikasi.
Aristoteles yang hidup pada saat komunikasi retorika sangat berkembang di
Yunani. Perkembangan keterampilan orang membuat pidato pembelaan di
muka pengadilan dan rapat- rapat umum yang dihadiri oleh rakyat.
Sehingga, Model ini lebih berorientasi pada pidato, terutama pidato
untuk mempengaruhi orang lain, sehingga model ini juga bisa disebut
sebagai model retorikal/ model retoris, yang kini dikenal sebagai
komunikasi publik.
Model komunikasi ini, mempunyai 3 bagian dasar dari komunikasi yaitu,
pembicara (speaker), pesan (message) dan pendengar (listener). Proses
komunikasi terjadi saat pembicara menyampaikan pesannya kepada khalayak
dengan tujuan mengubah prilaku mereka. Menurut Aritoteles, inti dari
komunikasi adalah persuasi dan pengaruh dapat dicapai oleh seseorang
yang dipercaya oleh publik.
Menurut Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa anda (etos-
kepercayaan anda), argumen anda (logos- logika dalam pendapat anda),
dan dengan memainkan emosi khalayak (pathos- emosi khalayak). Dengan
kata lain, faktor- faktor yang menentukan efek persuasif suatu pidato
meliputi isi pidato, susunannya, dan cara penyampainnya. Aristoteles
juga menyadari peran khalayak pendengar. Persuasi berlangsung melalui
khalayak ketika meraka diarahkan oleh pidato itu ke dalam suatu keadaan
emosi. (Deddy , Mulyana. 2002 : 135)
Kelemahan dari model ini yang pertama adalah komunikasi dianggap sebagai
fenomena yang statis, terfokus pada komunikasi yang bertujuan atau
disengaja terjadi ketika seseorang membujuk orang lain untuk menerima
pendapatnya.
Kemudian model ini tidak memperhitungkan komunikasi non-verbal dalam
mempengaruhi orang lain. Walaupun demikian, model ini menginspirasi
para ilmuwan untuk mengembangkan model komunikasi modern. Contohnya
di Indonesia ketika tim sukses dari pasangan capres dan cawapres
mengkampanyekan calon serta visi dan misinya sebagai pemimpin kepada
rakyat. Semua itu merupakan bentuk retorika dalam dunia politik.
2. Model Harold Lasswell
Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, yaitu :
Who (siapa)
Say what (mengatakan apa)
In which channels (melalui saluran apa)
To whom (kepada siapa)
With what effect (dengan akibat apa)
Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu : pertama,
pengawasan lingkungan. Kedua, korelasi berbagai bagian terpisah
dalam masyarakat yang merespon lingkungan. Ketiga, transimi
warisan sosial dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Lasswell berpendapat bahwa terdapat tiga kelompok spesialis yang
bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi ini. Misalnya pemimpin
politik dan diplomat termasuk kedalam kelompok pengawas lingkungan.
Lasswell memandang bahwa suatu proses komunikasi selalu mempunyai
efek atau pengaruh. Sehingga, model Lasswell ini menstimuli riset
komunikasi di bidang komunikasi politik. Model ini menunjukkan bahwa
pihak komunikator pasti mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak
penerima.
Oleh karena itu, komunikasi dipandang sebagai upaya persuasi. Upaya
penyampaian pesan akan menghasilkan akibat baik positif maupun
negatif. Menurut Lasswell hal ini hanya ditentukan oleh bentuk dan
cara penyampaiannya. Tidak semua komunikasi bersifat dua arah,
dengan suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang terjadi antar
pengirim dan penerima. Dalam suatu masyarakat banyak informasi yang
disaring oleh pengendali pesan, yang menerima informasi dan
menyampaikannya kepada publik dengan beberapa perubahan atau
penyimpangan. Fungsi penting komunikasi adalah menyediakan
informasi mengenai negara- negara kuat lainnya di dunia.
Penting bagi suatu masyarakat untuk menemukan dan mengendalikan
faktor- faktor yang mengganggu komunikasi yang efisien. Kelemahan
dari model Lasswell ini adalah tidak menggambarkan unsur feedback
atau umpan balik sehingga proses komunikasi yang dijelaskan bersifat
linier atau searah.
3. Model Gudykunst dan Kim
Model ini sebenarnya merupakan model komunikasi antarbudaya, yakni
komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya berlainan,
atau komunikasi dengan orang asing.
Meskipun model ini juga tetap berlaku pada setiap orang, karena
pada dasarnya tidak ada dua orang yang mempunyai latar budaya,
sosiobudaya, dan psikobudaya yang persis sama.
Asumsi dari model ini adalah dua orang sejajar dalam berkomunikasi
masing-masing dari mereka berperan sebagai pengirim sekaligus
sebagai penerima atau keduanya sebagai penyandian (encoding) dan
penyandian balik (decoding).
Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa pesan dari seseorang
merupakan umpan balik untuk yang lainnya. Faktor- faktor tersebut
adalah filter yang membatasi prediksi yang kita buat mengenai
bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi kita,
sehingga mempengaruhi cara kita menyandi pesan. Filter ini
membatasi rangsangan apa yang kia perhatikan dan bagaimana kita
menafsirkan rangsangan tersebut.
Faktor budaya menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, agama,
bahasa, individualitas, kolektivitas, yang mempengaruhi nilai dan
norma dalam berkomunikasi. Pengaruh sosio budaya menyangkut proses
penataan sosial, yaitu keanggotaan dalam kelompok, konsep diri,
peran, dan definisi kita tentang hubungan antar pribadi. Faktor
psikobudaya menyangkut tentang penataan pribadi seperti stereotip
dan sikap terhadap kelompok orang lain. Lingkungan berpengaruh,
dilihat dari segi lokasi geografis, iklim, situasi, arsitektural,
dan persepsi kita atas lingkungan tersebut. Pengaruh-pengaruh budaya,
sosiobudaya, dan psikobudaya berfungsi sebagai filter konseptual
untuk menyampaikan maupun meyandi balik pesan. Pengaruh budaya dalam
model ini meliputi faktor-faktor yang yang menjelaskan kemiripan
dan perbedaan budaya,
misalnya
pandangan dunia (agama), bahasa, sikap terhadap manusia, dsb.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai, norma, dan aturan dalam
perilaku komunikasi kita.
Salah satu unsur yang melengkapi model Gudykunst dan Kim adalah
lingkungan. Lingkungan mempengaruhi kita dalam menyandi balik pesan.
Oleh karena itu, antara dua orang komunikator mungkin mempunyai persepsi
dan orientasi yang berbeda terhadap lingkungan, mereka mungkin
menafsirkan perilaku dengan cara yang berbeda dalam situasi yang sama.
5. Model Interaksional
Model ini memiliki karakter yang kualitatif, nonsistemik, dan
nonlinier. Komunikasi digambarkan sebagai pembentukan makna
(penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain) oleh para
peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan
adalah diri (self), diri yang lain (other), simbol, makna,
penafsiran, dan tindakan. Menurut model interaksi simbolik,
orang-orang sebagai peserta komunikasi bersifat aktif, reflektif
dan kreatif, dan menampilkan perilaku yang sulit diramalkan.
Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif,
dalam konteks ini Blumer mengemukakan tiga premis yang menjadi
dasar model Interaksional. Pertama,manusia bertindak mengenai
makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya.
Kedua, makna berhubungan langsung dengan interaksi sosial yang
dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya. Ketiga, makna
diciptakan, dipertahankan, dan diubah melalui proses penafsiran
dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif dalam
proses komunikasi. Konsep penting yang digunakan adalah diri,
diri yang lain, symbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Menurut
model interaksional orang mengembangkan potensi manusiawinya
melalui interkasi social, melalui pengambilan peran orang lain
(role- taking). Diri berkembang melalui interaksi dengan orang
lain, kelurga, tahap permainan, hingga lingkungan luas dalam
suatu tahahp yang disebut tahap pertandingan (game stage).
Dimana individu selalu melihat dirinya melalui perspektif (peran
orang lain), sehingga konsep diri tumbuh berdasarkan bagaimana
orang lain memandang diri individu tersebut. Model Interaksional
menempatkan diri komunikator dalam posisi sejajar dengan komunitator
lain sehingga terjadi interplay yang demokratis dalam kuadran
komunikasi saling memberi dan menerima. Komunikator biasanya
tidak enggan untuk bertemu banyak orang, mendengar dan membangun
kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan orang atau
kekuatan politik yang pernah berseberangan dengannya.
* Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972).
Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada
suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting.
Jadi, apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi
masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang
sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses
belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
Media massa memiliki efek yang sangat kuat terutama karena berkaitan
dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar
mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun
berdasarkan tingkat kepentingannya. (Burhan, Bungin, 2008:282).
Menurt McCombs dan Donald Shaw audiens tidak hanya mempelajari
berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi
juga mempelajari arti penting yang diberikan pada suatu isu dari
cara media massa memberikan penekanan pada topic tersebut.
Contohnya media massa terlihat menentukan mana topic yang penting
dalam merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu
kampanye pemilu. Artinya media massa menetapkan “agenda” kampanye
tersebut dan kemampuan untuk mempengaruhi kognitif individu.
Jika calon pemilih telah menganggap penting suatu issu maka mereka
akan memilih kandidat partai yang paling berkompeten dalam menangani
issu tersebut. Dan menurut Funkhouser, media berita diyakini oleh
banyak orang sebagi sumber informasi yang dapat dipercaya, tetapi
media berita tidak mesti demikian.
* Proses Komunikasi Politik
Proses komunikasi politik sama dengan proses komunikasi pada umumnya
(komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia) dengan alur dan komponen:
1. Komunikator/Sender – Pengirim pesan
2. Encoding – Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan
3. Message – Pesan
4. Media – Saluran
5. Decoding – Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol
6. Komunikan/Receiver – Penerima pesan
7. Feed Back – Umpan balik, respon.
* Saluran Komunikasi Politik
1. Komunikasi Massa – komunikasi ‘satu-kepada-banyak’, komunikasi
melalui media massa.
2. Komunikasi Tatap Muka –dalam rapat umum, konferensi pers, etc.—
dan Komunikasi Berperantara –ada perantara antara komunikator
dan khalayak seperti TV.
3. Komunikasi Interpersonal – komunikasi ‘satu-kepada-satu’ –e.g.
door to door visit, temui publik, etc. atau Komunikasi Berperantara –
e.g. pasang sambungan langsung ’hotline’ buat publik.
4. Komunikasi Organisasi – gabungan komunikasi ‘satu-kepada-satu’ dan
‘satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka e.g. diskusi tatap muka
dengan bawahan/staf, etc. dan Komunikasi Berperantara e.g.
pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter,
lokakarya, etc.
_____________________________________________________________________
Cat :
Tidak ada komentar :
Posting Komentar