Sabtu, 07 November 2015

Aliansi Jurnalis Independen atau AJI dan Seluk Beluknya

























Ket :
Logo AJI

* Pemahaman Umum

Aliansi Jurnalis Independen atau AJI adalah organisasi profesi
jurnalis, yang didirikan oleh para wartawan muda Indonesia pada
7 Agustus 1994 di Bogor, Jawa Barat, melalui penandatangan suatu
deklarasi yang disebut "Deklarasi Sirnagalih".

Organisasi ini didirikan sejak pembredelan tiga media --DeTik,
Tempo, Editor pada 21 Juni 1994 dan didirikan sebagai upaya untuk
membuat organisasi jurnalis alternatif di luar PWI karena saat itu
PWI dianggap menjadi alat kepentingan pemerintah Soeharto dan
tidak betul-betul memperjuangkan kepentingan jurnalis.

* Sejarah

Sebelum pembredelan

Sekitar tahun 1991, jauh sebelum pembredelan tiga media, terjadi
pertemuan informal belasan jurnalis di Taman Ismail Marzuki (TIM),
Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan tersebut, dibicarakan
berbagai hal yang menyangkut kondisi pers Indonesia.

Dalam pertemuan itulah, tercetus ide tentang perlunya membentuk
organisasi jurnalis alternatif yang independen di luar PWI.
Ada juga keinginan untuk membikin media sendiri. Sayangnya,
pembicaraan itu tidak berlanjut menjadi aksi konkret.

Di berbagai kota, sebelum berdirinya Aliansi Jurnalis Independen
[AJI], sudah ada komunitas dan kelompok-kelompok diskusi
jurnalis. Seperti, SPC atau Surabaya Press Club (Surabaya),
FOWI atau Forum Wartawan Independen (Bandung), Forum
Diskusi Wartawan Yogya atau FDWY (Yogyakarta), dan SJI
(Solidaritas Jurnalis Independen) di Jakarta sendiri.

Kemudian para aktivis jurnalis dari sejumlah komunitas inilah
yang kemudian ikut bergabung membentuk AJI, lewat Deklarasi
Sirnagalih.

Untuk menghormati dan mengakui keberadaan komunitas-komunitas
inilah, maka pada diskusi di Sirnagalih waktu itu dipilih
nama "aliansi" untuk AJI, dan bukan "persatuan" seperti PWI.

Pembredelan 21 Juni 1994 membantu menciptakan momentum, yang
dibutuhkan bagi lahirnya sebuah organisasi jurnalis alternatif.
Pembredelan 21 Juni 1994 merupakan shock theraphy, yang
menjelma bendera penggalangan solidaritas para jurnalis muda
untuk mewujudkan mimpi yang sudah lama terpendam untuk membentuk
wadah jurnalis yang independen. Namun, benih-benih lahirnya
AJI sebenarnya sudah tertanam jauh hari sebelum pembreidelan
tersebut.

Setelah pembredelan DeTik, Tempo dan Editor, para jurnalis muda
yang didukung elemen mahasiswa, LSM dan seniman mengadakan aksi
menolak pembreidelan. Karena pertimbangan prosedural, para
jurnalis muda menemui pimpinan PWI Pusat yang diketuai Sofjan
Lubis dengan Sekjen Parni Hadi.

Mereka meminta PWI Pusat memperjuangkan nasib para karyawan
dan wartawan korban pembreidelan. Pada pertemuan pertama di
Gedung Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu, para
jurnalis muda meminta, agar AJI berusaha bertemu langsung
dengan Menteri Penerangan Harmoko. PWI menyanggupi.

Sebulan kemudian, para jurnalis termasuk dari tiga media yang
dibredel kembali menemui PWI Pusat untuk menagih janji. Ternyata
PWI gagal bertemu Harmoko dan gagal memperjuangkan nasib wartawan
dan karyawan pers.

Para jurnalis muda lalu menyatakan ketidakpercayaannya lagi pada
PWI. PWI dianggap sudah tak efektif lagi memperjuangkan nasib
wartawan dan sudah terlalu dikooptasi oleh penguasa.

* Deklarasi Sirnagalih

Untuk menggalang dukungan sekaligus merancang langkah aksi
pembentukan organisasi jurnalis, diadakanlah pertemuan para jurnalis
muda. Wisma Tempo di Sirnagalih, Jawa Barat, dipilih sebagai lokasi
pertemuan, karena pertimbangan praktis, relatif dekat, dan bisa
lebih dijamin keamanan dan kerahasiaannya.

Memang tak mudah mencari pemilik gedung, yang mau meminjamkan
gedungnya untuk kegiatan yang berseberangan dengan pemerintah.
Undangan disampaikan secara diam-diam. Juga disebarkan undangan
palsu, seolah-olah pertemuan akan berlangsung di tempat lain
di Bandung, sehingga ada sejumlah jurnalis yang salah informasi,
dan datang ke tempat yang salah.

Pertemuan jurnalis pun digelar, dengan elemen utama jurnalis dari
empat kota Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Sebelum
pertemuan, sudah terdengar kabar bahwa ada kelompok atau figur
tertentu yang mengklaim bisa mengatur para jurnalis ini.

Oleh karena itu, untuk menghindari politisasi dan kabar miring,
maka para jurnalis senior seperti Erros Djarot, Aristides Katoppo,
Goenawan Mohamad dan Fikri Djufri diminta tidak datang pada
tanggal 6 Agustus malam saat penggodokan konsep dan wadah gerakan
oleh para jurnalis muda sedang berlangsung.

Mereka baru datang esok harinya, 7 Agustus, ketika penggodokan
telah selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari tuduhan
bahwa AJI sebagai sekadar alat atau kepanjangan kepentingan
dari tokoh-tokoh pers tertentu.

Deklarasi Sirnagalih ditanda tangani pada 7 Agustus 1994.

* Anggota
urnalis Juga Buruh, Hari Buruh 2009

Sejak AJI berdiri hingga sekarang, sebagian besar aktivis utamanya
justru tidak berasal dari media yang dibreidel, namun justru dari
media-media lainnya. Kecuali satu-dua orang, bisa dibilang tak ada
satu pun wartawan eks-Editor yang pernah terlibat dalam aktivitas
perlawanan AJI pada masa-masa awal berdirinya.

Kalau melihat dari persentase, mungkin yang agak banyak terlibat
dalam AJI adalah jurnalis eks Tabloid DeTik, disusul kemudian
dengan para jurnalis Majalah Tempo.

Meskipun jumlah wartawan eks-Tempo lebih banyak, para jurnalis
Tempo terbelah dua. Separuh di antaranya berseberangan dengan
Goenawan Mohamad, dan memilih bergabung mendirikan Gatra, yang
dimodali oleh Bob Hassan.

Hal ini menimbulkan friksi di antara sesama eks-Tempo sendiri,
sehingga sempat memunculkan wacana "boikot Gatra". AJI waktu itu
memilih tidak mengeluarkan sikap resmi soal Gatra, karena dipandang
lebih merupakan masalah internal Tempo.

Dari sekian jurnalis eks-Tempo yang tidak bergabung ke Gatra,
juga tidak semuanya aktif di AJI. Sebagian mereka ikut mendirikan
Tabloid Kontan, dan sejak itu tak banyak aktif di AJI, meski pada
awalnya sebagian mereka ikut menandatangani Deklarasi Sirnagalih.

Di sisi lain, cukup banyak jurnalis-aktivis, yang menggerakkan roda
organisasi AJI pada masa awal berdirinya, justru berasal dari grup
media yang bukan korban pembreidelan.

Mereka antara lain: Stanley Adi Prasetyo (Jakarta-Jakarta), Meirizal
Zulkarnain (Bisnis Indonesia), Hasudungan Sirait (Bisnis Indonesia),
Rin Hindryati (Bisnis Indonesia), Satrio Arismunandar (Kompas),
Dhia Prekasha Yoedha (Kompas), Santoso (Forum Keadilan), Ayu Utami
(Forum Keadilan), Andreas Harsono (The Jakarta Post), Ati Nurbaiti
(The Jakarta Post), Roy Pakpahan (Suara Pembaruan), dan lain-lain.

* Pemilihan Nama Organisasi

Meski sejak awal sudah merancang ke arah pembentukan organisasi
jurnalis alternatif, dalam diskusi 6 Agustus malam di Sirnagalih itu,
tampak bahwa gagasan para peserta sangat beragam. Dalam diskusi
pleno itu, mengemuka bahwa pembentukan forum komunikasi, paguyuban,
atau bentuk apapun di luar organisasi profesi, tidak akan efektif
dan tak akan dianggap penting oleh PWI atau pemerintah.

Karena PWI yang dikooptasi penguasa adalah organisasi profesi jurnalis,
maka imbangan yang pas terhadap PWI juga harus berbentuk organisasi
profesi jurnalis, namun dengan sifat yang independen terhadap pemerintah.

Forum akhirnya sepakat membentuk organisasi profesi jurnalis.
Menurut Salomo Simanungkalit (wartawan Kompas, yang juga penandatangan
Deklarasi Sirnagalih), nama AJI itu sudah “ditimang-timang” dan
disebut oleh Dhia Prekasha Yoedha, dalam perjalanan naik mobil dari
Jakarta menuju Sirnagalih, sebelum pertemuan para jurnalis.

Nama itu terkesan bagus, singkat, mudah disebut, mudah diingat, dan
punya makna positif. Aji dalam mitologi Jawa berarti suatu ilmu
atau kesaktian tertentu.

Sedangkan sebutan “Aliansi” diusulkan Stanley Adi Prasetyo (Jakarta-
Jakarta). Dasar pemikirannya, adalah untuk menghormati dan mengakui
keberadaan komunitas-komunitas jurnalis, yang sudah lebih dulu ada
di berbagai kota. Pada kenyataannya, memang merekalah yang mengirim
delegasi ke pertemuan Sirnagalih ini.

Berbagai usulan tersebut dirangkum. Forum pun setuju menggunakan
istilah “Aliansi” karena pertimbangan yang disampaikan Stanley di
atas. Istilah “Jurnalis” pun disepakati digunakan, karena itulah
istilah yang dianggap lebih sesuai dengan kata asalnya dalam bahasa
Inggris (journalist), dan untuk membedakan dari PWI yang sudah
menggunakan “wartawan.”

Terakhir, istilah “Independen” digunakan untuk menggarisbawahi
perbedaan AJI dengan PWI. AJI itu independen, dan juga tidak mau
mengklaim mewakili “Indonesia.” Sedangkan, PWI tidak independen,
tapi mengklaim mewakili Indonesia.

Sesudah nama AJI disepakati, peserta diskusi dibagi dalam sejumlah
komisi, seperti Komisi Deklarasi, Komisi Program, dan lain-lain.
Satrio Arismunandar dipercayai memimpin Komisi Deklarasi, dengan
sekretaris Jopie Hidajat (Tempo) yang kini bekerja di Tabloid Kontan.
Sesudah serangkaian diskusi panjang, Komisi ini berhasil merumuskan
Deklarasi Sirnagalih, yang esok paginya, tanggal 7 Agustus, dibacakan
dan dibahas lagi di Sidang Pleno. Deklarasi itu disepakati dengan
suara bulat dan hanya dengan sedikit sekali perubahan redaksional.

Jika diamati, dalam deklarasi itu tercantum “Pancasila dan UUD ‘45.”
Selain karena pertimbangan ideologis, pencantuman “Pancasila” di
Deklarasi Sirnagalih merupakan langkah taktis, untuk meniadakan
peluang bagi aparat rezim Soeharto untuk menghantam gerakan dan
organisasi AJI yang baru lahir ini. Waktu itu, iklim represi sangat
keras, dan ada kewajiban mencantumkan “Pancasila” sebagai satu-
satunya asas bagi organisasi kemasyarakatan.

AJI adalah organisasi jurnalis alternatif. Kata “alternatif” perlu
ditekankan, untuk membedakan dari sebutan “tandingan.” Istilah
“tandingan” bermakna reaktif. Jika AJI sekadar tandingan dari PWI,
maka eksistensi keberadaan AJI akan tergantung pada PWI.

Jika PWI bubar, AJI juga harus bubar, karena kelahirannya hanyalah
sebagai tandingan atau reaksi dari keberadaan PWI. Itulah sebabnya,
sejak awal AJI tak pernah menyebut diri sebagai “tandingan PWI.”

Sedangkan, sebutan “alternatif” pada semangatnya adalah menerima
pluralitas dan perbedaan, tidak memonopoli. “Alternatif” bagi AJI
artinya bisa menerima adanya organisasi-organisasi lain.

Sejak berdirinya AJI, kita tak pernah menuntut pembubaran PWI atau
organisasi jurnalis lainnya. AJI tidak ingin melakukan kesalahan
yang sama dengan PWI: memonopoli kebenaran dan legalitas dari
pemerintah untuk dirinya sendiri, dengan menafikan organisasi
jurnalis lain.

Dengan terus menggunakan gedung dan aset dari pemerintah untuk
kantor-kantornya sendiri, sampai saat ini secara esensial
sebetulnya tak ada yang berubah dari PWI.

Pada 7 Agustus siang, mulailah acara penandatangan Deklarasi.
Tidak semua peserta yang hadir bersedia menandatangani, dengan
pertimbangan yang beragam. Herdi SRS, M. Fadjroel Rachman,
Ging Ginanjar, memilih tidak menandatangani.

Bambang Harymurti (BHM) namanya dicantumkan di Deklarasi, namun
nyatanya ia sudah keburu pergi untuk suatu urusan, sehingga juga
tidak tanda tangan. Rekan dari Kompas, Salomo Simanungkalit dan
Bambang Wisudo sudah lebih dulu pulang karena tugas kantor, namun
mereka menyatakan komitmennya untuk tanda tangan, dan minta namanya
tetap dicantumkan di Deklarasi.

Pada kenyataannya, para jurnalis senior “ditodong” untuk ikut memberi
tanda tangan dalam Deklarasi, yang isinya dirancang sepenuhnya oleh
para jurnalis muda. Bagaimanapun juga, nama para jurnalis senior
ini dibutuhkan untuk memberi gaung yang lebih besar pada Deklarasi
Sirnagalih, yang menjadi dasar berdirinya AJI. Pada waktu itu,
istilah “jurnalis” juga diartikan secara luas dan mencakup juga
para kolumnis, sehingga Arief Budiman, Christianto Wibisono,
dan Jus Soemadi Pradja yang sudah lama tidak aktif sebagai
jurnalis, ikut tanda tangan.

* Reaksi pemerintah

Berdirinya AJI memberi gaung cukup besar di dunia jurnalistik
Indonesia. Tekanan terhadap para jurnalis yang terang-terangan
bergabung dalam AJI sangat besar. Pemerintah melalui Departemen
Penerangan dan PWI melihat berdirinya AJI sebagai tantangan
terbuka, yang harus ditindak keras agar tidak meluas. Berbagai
tindakan “pendisiplinan” melalui pemimpin di media masing-masing
pun dilakukan.

Ada anggota AJI yang dipindahkan ke bagian Litbang (seperti dialami
Hasudungan Sirait di Bisnis Indonesia), dimutasi ke luar Jakarta,
ditekan supaya mundur dari AJI atau minta maaf, dan sebagainya.

Intinya, karier jurnalistik bagi seorang anggota AJI praktis sudah
ditutup, karena saat itu untuk menjadi seorang Pemimpin Redaksi
harus memperoleh rekomendasi PWI. Hal ini bisa menjelaskan, mengapa
Bambang Harymurti sampai saat ini tidak ikut tanda tangan di
Deklarasi Sirnagalih, meskipun namanya tercantum di sana.

Mungkin ada pertimbangan praktis atau pragmatis, karena Bambang
harus menakhodai sisa-sisa awak Tempo untuk mendirikan majalah
atau media baru.

Dalam hal ini, PWI telah bertindak terlalu jauh. Pimpinan PWI
dalam forum terbuka yang dikutip media pernah mengatakan, media
massa tidak boleh mempekerjakan anggota AJI. Ini merupakan
pelanggaran HAM. Upaya mencari nafkah untuk hidup adalah hak asasi
yang tak bisa ditawar-tawar.

Bahwa Pemerintah tidak mengakui AJI dan hanya mau mengakui PWI,
itu adalah urusan lain. Namun hak mencari nafkah seharusnya tak
boleh diganggu gugat.

Karena aktivitas di AJI, belasan jurnalis yang sudah sempat jadi
anggota PWI, dipecat dari keanggotaan PWI. Mereka antara lain:
Fikri Jufri, Eros Djarot, Hasudungan Sirait, Diah Purnomowati,
Stanley Adi Prasetyo, dan lain-lain. Secara praktis, pemecatan
ini tak berarti banyak, toh mereka sudah tidak merasa dibela oleh PWI.

Satrio dan Yoedha juga akhirnya ditekan untuk mundur dari Kompas.
Alasan pemimpin Kompas adalah, aktivitas mereka dianggap membahayakan
kelangsungan hidup grup penerbitan Kompas.

Waktu itu, keduanya selain aktif di AJI, juga aktif di SBSI
(Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) yang diketuai Muchtar Pakpahan.
AJI dan SBSI adalah organisasi yang dianggap berseberangan dengan
pemerintah. Seperti halnya kasus PWI dan AJI di dunia jurnalistik,
di bidang perburuhan, Pemerintah tak mengakui SBSI dan hanya mau
mengakui SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) sebagai satu-
satunya organisasi yang mewakili aspirasi pekerja Indonesia.

Pimpinan Kompas beranggapan, keduanya dibiarkan terus aktif di AJI
dan SBSI seperti sediakala tanpa ditindak, akan memberi kesan
pada penguasa (Departemen Penerangan yang mengeluarkan SIUPP pada
Kompas) bahwa Kompas “merestui” atau bahkan “mendukung aktivitas
ilegal” yang dilakukan dua karyawannya.

Implikasinya, Kompas bisa dibreidel sewaktu-waktu, seperti sudah
pernah terjadi di waktu lampau. Oleh karena itu, daripada membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan Kompas dengan sekitar 3.000 karyawannya,
lebih baik meminta dua wartawannya mundur.

* Program kerja dan kasus

Sejak berdiri hingga saat ini, AJI memiliki kepedulian pada tiga isu
utama. Inilah yang kemudian diwujudkan menjadi program kerja selama ini.
Pertama, perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers. Kedua,
meningkatkan profesionalisme jurnalis. Ketiga, meningkatkan
kesejahteraan jurnalis. Semua ini merujuk pada persoalan nyata
yang dihadapi jurnalis.

* Ancaman kebebasan pers

Perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers merupakan pekerjaan
rumah utama AJI. Tidak hanya semasa Orde Baru berkuasa, saat represi
terhadap media dan pemberangusan terhadap kebebasan pers sangat tinggi.
Setelah Soeharto tumbang berganti era reformasi, isu kebebasan pers
itu masih terus aktual. Sebab, represi yang dulunya berasal dari
negara, kini justru bertambah dari masyarakat, mulai pejabat dan
pengusaha yang merasa terancam oleh pers yang mulai bebas, hingga
kelompok-kelompok preman.

Ancaman bagi kebebasan pers itu ditandai oleh kian maraknya kasus
gugatan, baik pidana maupun perdata, terhadap pers setelah reformasi.
Ini diperkuat oleh statistik kasus kekerasan terhadap jurnalis yang
masih relatif tinggi, meski statistik jumlah kasus yang dimiliki
AJI cukup fluktuatif.

Tahun 1998, kekerasan terhadap jurnalis tercatat sebanyak 42 kasus.
Setahun kemudian, 1999, menjadi 74 kasus dan 115 pada tahun 2000.
Pada tahun 2001 sebanyak 95 kasus, 70 kasus (2002), 59 kasus (2003),
dan 27 kasus pada 2004.

Beberapa kasus menonjol dalam kasus kekerasan terhadap pers adalah
pembunuhan Fuad Muhammad Syafruddin, wartawan Harian Bernas Yogyakarta,
1996. AJI memberikan perhatian serius atas perkembangan tiap tahun
kasus ini. Untuk menghargai dedikasinya kepada profesi, AJI menggunakan
nama Udin Award sebagai penghargaan yang diberikan setiap tahun
kepada jurnalis yang menjadi korban saat menjalankan tugas
jurnalistiknya.

Kasus yang tak kalah penting adalah penyanderaan dua wartawan RCTI,
Ersa Siregar dan Ferry Santoro oleh Gerakan Aceh Merdeka, di Aceh
Timur, 2003. AJI menggalang dukungan internasional untuk membantu
pembebasan tersebut, serta membentuk tim pembebasan bersama sejumlah
organisasi lainnya. Ferry Santoro akhirnya selamat, namun Ersa
tewas saat terjadi kontak senjata antara GAM dan TNI.

* Profesionalisme jurnalis

Pers profesional merupakan prasyarat mutlak untuk membagun kultur
pers yang sehat. Dengan adanya kualifikasi jurnalis semacam itulah
pers di Indonesia bisa diharapkan untuk menjadi salah satu tiang
penyangga demokrasi. Karena itulah, AJI melaksanakan sejumlah training,
workshop, diskusi dan seminar.

Berkaitan soal peningkatan profesionalisme ini, AJI juga membangun
Media Center di beberapa daerah. Misalnya, di Ambon dan Banda Aceh.
Media Center di Ambon dibangun saat intensitas konflik meluas di
daerah itu. Pendirian Media Center merupakan salah satu alat untuk
mempromosikan penggunaan jurnalisme damai (peace journalism) kepada
jurnalis saat meliput konflik yang menelan banyak korban jiwa tersebut.

Sedangkan media Center di Aceh dibangun setelah terjadi bencana
tsunami. Niat awal dari adanya media center di daerah tersebut
adalah untuk memberi rumah bernaung bagi jurnalis di Banda Aceh
yang hampir sebagian besar menderita kerugian moril dan materiil
akibat tsunami, 26 Desember 2004.

Setelah masa darurat bencana lewat, media center ini melanjutkan
fungsinya dengan mendorong jurnalis untuk terlibat aktif dalam
melakukan fungsi kontrol sosial terhadap proses rehabilitasi dan
rekonstruksi.

Salah satu program penting AJI yang berhubungan dengan etika adalah
melakukan kampanye untuk menolak amplop atau pemberian dari nara
sumber. Selama ini, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan
melakukan sosialiasi kepada pejabat publik, masyarakat dan tentu
juga wartawan tentang akibat buruk dari praktik ini.

* Kesejahteraan jurnalis

Tema tentang kesejahteraan ini memang tergolong isu yang sangat ramai
di media. Bagi AJI, kesadaran akan pentingnya isu ini sudah dimulai
sejak Kongres AJI tahun 1997. Dalam kongres tersebut, dicetuskan
untuk memberikan porsi layak kepada isu yang berhubungan dengan
aspek ekonomi jurnalis. Salah satu bentuknya adalah dengan mendorong
pembentukan serikat pekerja di masing-masing media.

Tak mudah memang untuk mendorong isu ini. Sebab, masih ada
kekhawatiran di benak pengusaha bahwa adanya serikat pekerja
akan mendatangkan malapetaka, bencana atau kekacauan di
perusahaan media. Pandangan ini juga menunjukkan adanya
resistensi terselubung dari pemilik media soal serikat pekerja.

Namun, usaha yang di rintis selama ini tak sia-sia. Beberapa
media sudah memiliki serikat pekerja, meski dengan nama berbeda-beda.

AJI percaya, adanya serikat pekerja memberi dampak baik bagi
perusahaan. Dengan adanya wakil karyawan, maka mereka bisa ikut
memengaruhi kebijakan yang akan melibatkan mereka. Dampak
lanjutannya, jurnalis pun bisa mendapatkan penghasilan yang layak
sehingga kebutuhan ekonominya tercukupi. Kami percaya, soal
kesejahteraan ini memiliki korelasi cukup kuat dengan terbentuknya
karakter seorang jurnalis profesional.

* Pengurus

AJI Indonesia berkantor pusat di Jakarta, Jl. Kembang Raya No. 6,
Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Organisasi AJI Indonesia dibantu
pengurus AJI Kota di 35 daerah. Pengurus AJI Indonesia 2011-2014
dipimpin Eko Maryadi (Lingkar Berita) didampingi Sekjen Suwarjono
(Vivanews), dibantu 26 pengurus divisi dan enam koordinator wilayah AJI.

* Apresiasi Jurnalis

Sejak 2002, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menggelar
penghargaan Apresiasi Jurnalis Jakarta. Penghargaan itu diberikan
setiap tahun untuk mendorong hadirnya karya-karya jurnalis yang
bermutu dan berkualitas.

Penghargaan diberikan kepada karya terbaik di bidang media cetak,
online, radio, dan televisi yang memberikan dampak terhadap publik
secara luas dan signifikan.
_______________________________________________________________
Cat :
- Wiki Ind

Loper Koran dan Seluk Beluknya

Loper Koran dan Seluk Beluknya

Loper Koran 



* Pemahaman Umum

Loper koran adalah nama seseorang yang pekerjaannya ialah
mengantar koran atau surat kabar ke rumah pelanggan. Di
Amerika Serikat seorang loper koran yang disebut paperboy
biasa digambarnya di film dan televisi sebagai remaja lelaki
dan seringkali memakai sepeda. Kata "loper koran" diambil dari
bahasa Belanda krantenloper.

* Sejarah

Loper koran menempati posisi penting di banyak negara di dunia,
termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, Britania Raya, Belanda,
Selandia Baru dan Jepang. Hal ini karena pekerjaan mengantar koran
biasanya ialah pekerjaan pertama yang tersedia bagi para remaja.

Meski begitu, jumlah loper koran menurun secara drastis karena
banyak koran yang memiliki masalah finansial sebab berita banyak
yang tersedia secara gratis di internet. Selain itu di banyak
negara disediakan pula koran-koran gratis yang dibagikan
secara cuma-cuma.

Konon loper koran pertama ialah Barney Flaherty yang mulai
bekerja pada tahun 1833 pada usia 10 tahun.
_________________________________________________
Cat :

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork PopCash.net PopCash.net

Kamis, 05 November 2015

Agen periklanan dan Seluk Beluknya

Agen periklanan dan Seluk Beluknya



* Pemahaman Umum

Suatu agen periklanan adalah sebuah bisnis jasa yang bertujuan
membuat, merencanakan dan menangani periklanan (dan biasanya
bentuk promosi lain) untuk kliennya. Sebuah agen periklanan
bebas dari kliennya dan memberikan sudut pandang luar, dalam
upaya menjual produk atau jasa klien tersebut.

* Strategi dan Klien

Agen juga dapat menangani keseluruhan strategi pemasaran dan
merek serta promosi penjualan untuk kliennya.

Klien agen periklanan umumnya meliputi bisnis dan korporasi,
organisasi nirlaba dan badan pemerintah. Agen-agen ini bisa
pula disewa untuk membuat suatu kampanye periklanan.
___________________________________________________
Cat :

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork PopCash.net PopCash.net

Biro Iklan dan Seluk Beluknya

Biro Iklan dan Seluk Beluknya



* Pemahaman Umum Biro iklan

Biro iklan adalah perantara yang berada di tengah – tengah
orang yang ingin memasang iklan dan orang yang menyediakan
tempat untuk memasangkan iklan.

* Akun dalam biro iklan

Account adalah tenaga professional dalam biro iklan yang
bertugas untuk melayani klien – klien mereka. Account ini
berupa perorangan atau sebuah perusahaan pemasang iklan yang
memahami dan membutuhkan jasa biro iklan, yang nantinya akan
menjalin kerja sama dengan pemilik media yang menyediakan ruang
atau waktu siaran iklan

* Sejarah biro iklan

Biro iklan pertama di dirikan pada awal abad 19. Biro iklan di
Inggris yang pertama adalah White’s yang di dirikan di London
pada tahun 1800. Dimana iklan yang di kerjakan oleh biro iklan
pelopor tersebut mula – mula hanya untuk mempopulerkan lotere –
lotere resmi yang di kelola pemerintah.

Selanjutnya White’s bertindak sebagai biro iklan resmi untuk
kepentingan Kantor Urusan Perang (War Office), Angkatan Laut
Kerajaan Inggris, Komisi Narapidana Kerajaan (His Majestiy’s
Commisioner for Prisons), Kantor Urusan Koloni (Colonial Office)
dan yang terakhir Crown Agents. Sebagaian besar iklan yang di
tanganinya adalah iklan rekruitment.

Pada awalnya, biro iklan tersebut tidak lebih dari makelar ruangan,
yang menjual ruang - ruang iklan di surat kabar secara freelance.
Setelah produksi surat kabar menjadi lebih membaik, dengan jenis
dan model huruf yang lebih beragam, serta sejak di perkenalkannya
ilustrasi – ilustrasi, pialang – pialang ruangan iklan tersebut
mulai terjun untuk bersaing dengan menawarkan jasa – jasa yang
lebih luas seperti copywriting dan pembuatan desain iklan.

Sebelumnya hanya ada satu jenis huruf saja yang digunakan dalam
suatu penerbitan, dan satu – satunya pilihan untuk iklan yang
siap pakai adalah mengulang baris iklan yang itu – itu saja.

Walaupun iklan tersebut lebih menarik perhatian dari pada pesan
biasa, akan tetapi tetap saja di rasa kurang imajinatif.

Dalam keadaan seperti inilah biro iklan kreatif lahir. Hal ini
bertolak dari tuntutan keadaan, karena para pemasang iklan tentunya
ingin membeli ruang iklan lewat biro yang menawarkan ide terbaik.
AE (Account Eecutive) yang dahulu di sebut “contact Man” mulai
memainkan peran penting.

Setelah Perang Dunia II berakhir, biro iklan modern berkembang
pesat dengan menyediakan berbagai macam layanan baru seperti
pemasaran, riset pemasaran, dan juga perencanaan media, setelah
data – data statistik media tersedia.

Statistik media tentang pembaca pertama kali dibuat oleh Hulton
Redership Survey pada dekade 1950-an, meskipun sebenarnya Audit
Bereau of Circulations sebelumnya telah mengumumkan angka
penjualan bersih dari berbagai media yang terbit di Inggris
sejak tahun 1951. Dengan lahirnya iklan (siaran niaga) di
televisi pada tahun 1955, maka layanan yang di sediakan
oleh biro iklan pun bertambah lagi, sedemikian rupa sehingga
biro iklan yang paling besar yang menangani barang –
barang produksi secara massal adalah biro iklan yang sanggup
menangani dan menjual iklan di radio dan televisi.

* Peran biro iklan

Biro Iklan bertindak sebagai penanggung jawab

Peran utama biro iklan adalah merancang dan melaksanakan kampanye
periklanan bagi para kliennya. Namun, peran biro iklan tergantung
dari jenis biro iklan tersebut, ada yang menyediakan semua layanan,
ada yang hanya menawarkan media, ada biro iklan yang hanya
merancang iklan dan ada pula yang menawarkan layanan khusus.

Namun, jika di lihat secara hukum, biro iklan bertanggung jawab
atas pembayaran di muatnya iklan dalam media. “Kebiasaan dalam
perdagangan” menyatakan bahwa apabila seorang pemasang iklan
mengalami kegagalan dalam pemenuhan kewajiban pembayaran,
maka biro iklan lah yang bertanggung jawab untuk membayar
tagihan atas nama kliennya.

Biro iklan menawarkan kepada klien jasa sebuah tim profesional
yang terlatih dan dapat di manfaatkan bersama klien lain.
(Dimana tim tersebut dapat melayani beberapa klien sekaligus)

Biro iklan menawarkan kepada media suatu cara yang ekonomis
untuk membeli dan menjual ruang dan waktu siaran iklan.
___________________________________________________
Cat :

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork PopCash.net PopCash.net

Iklan / Pariwara (Periklanan) dan Seluk Beluknya

* Pemahaman Umum

Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah promosi
benda seperti barang, jasa, tempat usaha, dan ide yang harus dibayar
oleh sebuah sponsor. Manajemen pemasaran melihat iklan sebagai bagian d
ari strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi
termasuk publisitas, hubungan masyarakat, penjualan, dan promosi penjualan.

* Sejarah periklanan

Iklan tulis mulai dikenal sejak zaman Yunani kuno. Ketika itu, iklan
berisi mengenai budak-budak yang melarikan diri dari tuannya atau
mengenai penyelenggaraan pertandingan Gladiator, pada masa ini iklan
hanyalah berupa surat edaran. Beberapa waktu kemudian barulah muncul
metode periklanan yang ditulis dengan tangan dan dengan kertas yang
lebih besar di Inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris ditemukan
pada Imperial Intelligencer Maret 1648.

Sampai tahun 1850-an, di Eropa iklan belum sepenuhnya dimuat di surat
kabar. Kebanyakan masih berupa pamflet, leaflet, dan brosur. Iklan
majalah pertama muncul dalam majalah Harper tahun 1864.

* Iklan di Indonesia

Iklan pertama kali diperkenalkan di nusantara oleh Gubernur
Jenderal Hindia-Belanda periode 1619 - 1629 Jan Pieterszoon
Coen. J.P. Coen juga adalah penerbit Bataviasche Nouvelle,
surat kabar pertama di Indonesia yang terbit tahun 1744, satu
abad setelah J.P. Coen meninggal.

* Periklanan

Periklanan merupakan bentuk komunikasi yang digunakan untuk
membujuk audiens (pemirsa, pembaca atau pendengar) untuk
mengambil beberapa tindakan sehubungan dengan produk, ide,
atau layanan. Tujuan dari disampaikannya iklan tersebut
adalah mengarahkan perilaku konsument terhadap suatu penawaran
komersial ataupun mempersuasi seseorang dalam melakukan sesuatu
(seperti iklan politik/layanan masyarakat yang nonkomersial).

Pengiklan Komersial seringkali mencari untuk menghasilkan
peningkatan konsumsi dari mereka produk atau jasa melalui
"branding," yang melibatkan pengulangan atau nama produk
gambar dalam upaya untuk kualitas tertentu berasosiasi dengan
merek di benak konsumen. Komersial pengiklan rokok yang
menghabiskan uang untuk mengiklankan barang-barang lainnya dari
produk konsumen atau jasa termasuk partai politik, kelompok
kepentingan, organisasi keagamaan dan lembaga pemerintah.
Nirlaba organisasi dapat mengandalkan mode bebas dari persuasi,
seperti pengumuman layanan publik .


Saluran komunikasi nonpersonal menyampaikan pesan tanpa melakukan
kontak atau interaksi pribadi. Tetapi dilakukan melalui media,
atmosfer, dan acara. komunikasi non-pribadi dari sponsor
diidentifikasi menggunakan media massa. untuk membujuk mempengaruhi
penonton.

Atmosfer adalah “lingkungan yang dikemas” yang menciptakan
atau memperkuat kecenderungan pembeli untuk membeli produk.
Jadi, kantor konsultan hukum didekorasi dengan karpet oriental dan
furnitur dari kayu untuk mengkomunikasikan “kemapanan” dan
“keberhasilan”.

Acara adalah kejadian yang dirancang untuk mengkomunikasikan
pesan tertentu kepada pelanggan sasaran. Departemen hubungan
masyarakat mengadakan konferensi pers, pesta peresmian, dan
mensponsori pertandingan olah raga untuk mencapai efek komunikasi
spesifik pada audiens sasaran. Media terdiri atas media cetak
(koran, majalah, surat langsung), media penyiaran (radio, televisi),
media elektronik (pita audio, pita video, videodisk, CD-ROM), dan
media display (papan reklame, tanda reklame, poster).

Sebagian besar pesan nonpersonal datang melalui media yang dibayar.
Arus komunikasi dua-arah ini memiliki beberapa implikasi. Pertama,
pengaruh media massa terhadap opini publik tersebut tidak selangsung,
sekuat, dan seotomatis yang diperkirakan. Tetapi, melalui para
permimpin opini, orang-orang yang opininya diperlukan dalam satu
atau beberapa kategori produk.

Para pemimpin opini lebih dekat pada media massa dibandingkan
orang-orang yang mereka pengaruhi. Mereka membawa pesan kepada
orang-orang yang kurang dekat pada media massa tersebut, dan mampu
memperluas pengaruh media massa. Mereka mungkin membawa pesan yang
diubah atau tidak sama sekali, sehingga berperan sebagai penjaga
pintu gerbang. Kedua, arus komunikasi dua-arah menantang pendapat
bahwa gaya konsumsi orang-orang terutama dipengaruhi oleh “efek
menetes ke bawah” (trickle down effect) dari kelas status sosial
yang lebih tinggi. Sebaliknya, orang-orang terutama berinteraksi
dalam kelompok sosial mereka sendiri dan memperoleh gaya mereka
dan ide-ide lain dari orang-orang seperti mereka sendiri yang
merupakan pemimpin opini. Ketiga, komunikasi dua-arah berarti
bahwa komunikator massal akan lebih efisien dengan mengarahkan
pesannya secara khusus kepada para pemimpin opini dan membiarkan
mereka membawa pesan tersebut kepada orang-orang lain.

Jadi perusahaan farmasi mencoba mempromosikan obat -obatan barunya
kepada dokter-dokter yang paling berpengaruh terlebih dahulu.
Penelitian yang terakhir menunjukkan bahwa pemimpin opini dan
masyarakat umum dipengaruhi oleh komunikasi massal.

Pemimpin opini dipicu oleh media massa untuk menyebarkan informasi,
sedangkan masyarakat umum mencari infornasi dari para pemimpin opini.
Para peneliti komunikasi sedang mengarah pada pendekatan struktur-
sosial dalam komunikasi antarpribadi. Mereka melihat bahwa masyarakat
terdiri atas klik-klik (cliques), yaitu kelompok-kelompok sosial
kecil yang para anggotanya lebih sering berinteraksi satu sama
lain dibandingkan dengan orang-orang lain. Anggota klik bersama,
dan keakrabannya mempermudah komunikasi yang efektif, tetapi juga
mengisolasi klik tersebut dari ide baru. Tantangannya adalah
menciptakan lebih banyak keterbukaan sistem yang memungkinkan
klik-klik bertukar informasi dengan kelompok lain dalam masyarakat.

Keterbukaan ini dibantu oleh orang-orang yang berfungsi sebagai
penghubung dan penjembatan. Seorang penghubung (liaison) adalah
seseorang yang menghubungkan dua klik atau lebih tanpa menjadi
anggota salah satu klik itu. Seorang penjembatan (bridge) adalah
seseorang yang termasuk dalam salah satu klik dan berhubungan
dengan orang lain di klik lain.

* Sejarah periklanan

4000sm

Mesir menggunakan papirus untuk membuat pesan penjualan dan poster-
poster. pesan Komersial dan menampilkan kampanye politik telah
ditemukan di reruntuhan Pompeii dan kuno Saudi . Hilang dan
menemukan iklan di papirus yang umum di Yunani Kuno dan Romawi
Kuno.

Lukisan dinding atau batu untuk iklan komersial merupakan manifestasi
lain dari bentuk iklan kuno, yang hadir untuk hari ini di banyak
bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.Tradisi lukisan dinding
dapat ditelusuri kembali ke India seni batuan lukisan yang tanggal
kembali ke 4000 SM. Sejarah memberitahu kita bahwa Out-rumah iklan-
dan billboard merupakan bentuk tertua iklan.

Sebagai kota dan kota-kota Abad Pertengahan mulai tumbuh, dan
masyarakat umum tidak dapat membaca, tanda-tanda bahwa hari ini
akan berkata tukang sepatu, miller, penjahit atau pandai besi akan
menggunakan gambar yang berhubungan dengan perdagangan mereka seperti
boot, jas, topi, jam, berlian, sepatu kuda, lilin atau bahkan tas
tepung.Buah-buahan dan sayuran yang dijual di alun-alun kota dari
belakang gerobak dan wagon dan pemilik mereka digunakan penelepon
jalanan ( criers kota ) untuk mengumumkan keberadaan mereka untuk
kenyamanan pelanggan.

Abad ke 17

Pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting terutama dalam
membaca, serta pencetakan, lalu iklan semakin dikembangkan dan
diperluas untuk mencakup selebaran.Pada abad ke-17 iklan mulai
muncul di koran mingguan di Inggris.

Iklan cetak awal ini digunakan terutama untuk mempromosikan buku
dan surat kabar, yang menjadi semakin terjangkau dengan kemajuan
di percetakan , dan obat-obatan, yang semakin dicari sebagai
penyakit rusak Eropa Namun, karena adnya iklan palsu dan apa
yang disebut dukun , iklan menjadi masalah, yang diantar dalam
regulasi konten iklan.

Sebagai perekonomian diperluas selama abad 19, periklanan tumbuh
bersama.Di Amerika Serikat, keberhasilan ini format iklan
akhirnya mengarah pada pertumbuhan periklanan mail-order.

Abad 18

koran Prancis La Presse adalah yang membuat program iklan yang
dibayar di perhalaman-halamannya, yang memungkinkan untuk
menurunkan harga, memperluas pembaca dan meningkatkan perusahaan
profitabilitas dan formula itu segera ditiru oleh semua judul.

Sekitar tahun 1840, Volney B. Palmer membentuk akar biro iklan
modern di Philadelphia. Pada tahun 1842 jumlah besar Palmer
membeli ruang di berbagai surat kabar pada tarif diskon kemudian
dijual kembali ruang di tingkat yang lebih tinggi kepada pengiklanIklan
aktual-salinan, tata letak, dan karya seni-adalah terhenti disiapkan
oleh perusahaan yang ingin beriklan, yang berlaku, Palmer adalah
seorang broker ruang.

Keadaan berubah di akhir abad 19 ketika badan iklan NW Ayer & Son
didirikan. Ayer dan Anak ditawarkan untuk merencanakan, membuat,
dan melaksanakan kampanye iklan lengkap untuk pelanggannya. Pada
tahun 1900 biro iklan telah menjadi titik fokus perencanaan kreatif,
dan iklan kokoh sebagai sebuah profesi. Sekitar waktu yang sama,
di Perancis, Charles-Louis Havas memperpanjang jasa kantor berita
itu, untuk memasukkan iklan broker, sehingga kelompok Prancis
pertama yang mengatur. Pada awalnya, lembaga yang broker untuk
ruang iklan di koran. NW Ayer & Son adalah lembaga layanan penuh
pertama yang bertanggung jawab atas isi iklan. 1895 iklan untuk
sebuah produk berat badan.

Pada pergantian abad ini, ada beberapa pilihan karir bagi perempuan
dalam bisnis, namun, iklan adalah salah satu dari sedikit. Karena
perempuan bertanggung jawab untuk sebagian besar pembelian kebutuhan
rumah tangga mereka masing - masing, pengiklan dan lembaga yang
diakui nilai's wawasan perempuan

iklan terus semakin berkembang, terutama dari segi kreatifitas.
Bahkan, periklanan Amerika pertama yang menggunakan menjual seksual
diciptakan oleh seorang wanita - untuk produk sabun. Meskipun
jinak oleh standar-standar hari ini, iklan ini menampilkan pasangan
dengan pesan "Kulit kamu mencintai menyentuh".

Awal 1920-an

Pada awal 1920-an, stasiun radio pertama didirikan oleh produsen
peralatan radio dan pengecer yang menawarkan program dalam rangka
untuk menjual radio lebih kepada konsumen. Seiring waktu berlalu,
banyak organisasi nirlaba mengikuti dalam mendirikan stasiun radio
mereka sendiri, dan termasuk:, klub dan kemasyarakatan. Kelompok
sekolah Ketika praktek mensponsori program dipopulerkan,
masing-masing program radio individu biasanya disponsori oleh
pembisnis tunggal dalam pertukaran untuk menyebutkan nama singkat
bisnis mereka di bagian awal dan akhir yang menunjukkan disponsori
olehnya.

Namun, pemilik stasiun radio segera menyadari bahwa mereka bisa
mendapatkan lebih banyak uang dengan menjual hak sponsor dalam
alokasi waktu kecil untuk beberapa bisnis di seluruh siaran stasiun
radio mereka, daripada menjual hak sponsor untuk bisnis
tunggal per show.

Praktek ini dilakukan ke televisi di akhir 1940-an dan awal 1950-an.
Sebuah pertempuran sengit terjadi antara mereka yang mencari untuk
mengkomersilkan radio dan orang-orang yang berpendapat bahwa
spektrum radio harus dianggap sebagai bagian dari commons - untuk
digunakan hanya non-komersial dan untuk kebaikan masyarakat.

Kerajaan Serikat mengejar model pendanaan publik untuk BBC,
awalnya sebuah perusahaan swasta, British Broadcasting Company,
tetapi dimasukkan sebagai badan publik oleh Royal Charter pada
tahun 1927. Di Kanada, para pendukung seperti Graham Spry yang
juga dapat membujuk pemerintah federal untuk mengadopsi model
pendanaan publik, menciptakan Canadian Broadcasting Corporation.

Namun, di Amerika Serikat, model kapitalis menang dengan petikan
dari Undang-Undang Komunikasi tahun 1934 yang menciptakan Komisi
Komunikasi Federal . Namun, Kongres AS memang membutuhkan lembaga
penyiaran komersial untuk beroperasi pada kepentingan umum
kenyamanan, dan kebutuhan . penyiaran Publik sekarang ada di
Amerika Serikat karena tahun 1967 Undang-Undang Penyiaran Publik
yang mengarah pada Public Broadcasting Service dan National
Public Radio

Awal 1950

Pada awal tahun 1950, DuMont Television Network mulai meluncurkan
program modern yang menjual iklan dalam hitungan waktu kepada
beberapa sponsor.

Sebelumnya, DuMont telah kesulitan mencari sponsor bagi banyak
tentang program dan dikompensasi dengan menjual blok kecil waktu
iklan untuk beberapa bisnis.

Hal ini akhirnya menjadi standar untuk industri televisi komersial
di Amerika Serikat.Namun, itu masih praktek umum untuk memiliki
menunjukkan sponsor tunggal, seperti Amerika Serikat Steel Jam.

Dalam beberapa kasus sponsor dilaksanakan kontrol yang besar atas
isi dari pertunjukan-sampai dengan dan termasuk memiliki agency
periklanan seseorang benar-benar menulis pertunjukan.

Akhir 1980-an dan awal 1990-an

melihat pengenalan televisi kabel dan khususnya MTV . Merintis
konsep video musik , MTV diantar dalam jenis baru iklan: tunes
konsumen dalam untuk pesan iklan, daripada ia menjadi oleh-produk
atau ketinggalan zaman.

Sebagai kabel dan televisi satelit menjadi semakin umum, saluran
khusus muncul, termasuk saluran seluruhnya dikhususkan untuk iklan,
seperti QVC , Home Shopping Network , dan ShopTV Kanada.

Pemasaran melalui internet membuka batas baru bagi pengiklan dan
memberikan kontribusi kepada " dot-com boom "tahun 1990-an.
Seluruh perusahaan semata-mata dioperasikan pada pendapatan
iklan, yang menawarkan segala sesuatu dari kupon untuk mengakses
internet gratis.

Pada pergantian abad ke-21, sejumlah situs termasuk mesin pencari
Google , memulai perubahan dalam iklan online dengan menekankan
kontekstual yang relevan, iklan tidak mengganggu dimaksudkan untuk
membantu, daripada membanjiri, pengguna. Hal ini mengakibatkan
sejumlah besar upaya sejenis dan kecenderungan peningkatan iklan
interaktif .

Bagian dari belanja iklan relatif terhadap PDB telah berubah sedikit
di seluruh perubahan besar dalam media . Sebagai contoh, di Amerika
Serikat pada 1925, media iklan utamanya adalah koran, majalah,
tanda-tanda pada trem , dan outdoor poster .

Pada tahun 1998,

televisi dan radio sudah menjadi media periklanan besar. Meskipun
demikian, belanja iklan sebagai bagian dari PDB sedikit lebih
rendah sekitar 2,4 persen.

Sebuah inovasi iklan terbaru adalah " gerilya marketing ", yang melibatkan
pendekatan yang tidak biasa seperti menggelar pertemuan di tempat umum,
hadiah produk seperti mobil yang ditutupi dengan pesan merek, dan iklan
interaktif dimana penonton dapat merespon menjadi bagian dari pesan iklan .

periklanan gerilya meningkat menjadi lebih populer dengan banyak
perusahaan. Jenis iklan ini tidak terduga dan inovatif, yang menyebabkan
konsumen untuk membeli produk atau ide.

Hal ini mencerminkan kecenderungan meningkatnya interaktif dan "tertanam"
iklan, seperti melalui penempatan produk , memiliki suara konsumen
melalui pesan teks , dan berbagai inovasi memanfaatkan layanan
jaringan sosial seperti Facebook .
_________________________________________________________________
Cat :

Jurnalisme dan Seluk Beluknya

* Pemahaman Umum

Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal) mempunyai
arti catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari,
dapat juga diartikan sebagai surat kabar. Journal berasal dari
istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan
pekerjaan jurnalistik.

Di Indonesia, istilah "jurnalistik" dulu dikenal dengan "publisistik".
Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya.
Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat
kepada Eropa.

Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan
menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga
digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.


* Aktivitas

Kewartawanan dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah".
Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir,
tetapi biasanya disunting sebelum diterbitkan.

Para wartawan seringkali berinteraksi dengan sumber yang kadangkala
melibatkan konfidensialitas. Banyak pemerintahan Barat menjamin
kebebasan dalam pemberitaan (pers).

Aktivitas utama dalam kewartawanan adalah meliput, mengolah, dan
menyajikan sebuah informasi dalam bentuk berita kepada khalayak.
Selain itu, dapat juga dikatakan sebagai pelaporan kejadian dengan
menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam
bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan
dan akibat dari kejadian atau yang sedang hangat (trend).

Kewartawanan meliputi beberapa media: koran, televisi, radio,
majalah dan internet sebagai pendatang baru.

* Sejarah

Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi
dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan
media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda.
Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan
sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang
Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji terbit.

Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran
ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat
izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan
Suara Asia.

Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kewartawanan. Pemerintah
Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi.

Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek
televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul
dengan teknologi layar hitam putih.

Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media
massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua
contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini.

Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan
Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma
Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan
ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan
Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak
lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.

Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40
Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran
Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia atau KPI

_____________________________________________________________________
Cat :

Koran dan Seluk Beluknya

* Pemahaman Umum

Koran (dari bahasa Belanda: Krant, dari bahasa Perancis courant)
atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah
dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut
kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.

Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk
rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi karikatur yang biasanya
dijadikan bahan sindiran lewat gambar berkenaan dengan masalah-masalah
tertentu, komik, TTS dan hiburan lainnya.

Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu,
misalnya berita untuk politik, property, industri tertentu, penggemar
olahraga tertentu, penggemar seni atau partisipan kegiatan tertentu.

Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali
pada hari-hari libur. Surat kabar sore juga umum di beberapa negara.
Selain itu, juga terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih
kecil dan kurang prestisius dibandingkan dengan surat kabar harian
dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan.

Kebanyakan negara mempunyai setidaknya satu surat kabar nasional
yang terbit di seluruh bagian negara. Di Indonesia contohnya
adalah KOMPAS.

Pemilik surat kabar adalah pihak penanggung jawab dalam kaitannya
dengan keberlangsungan medianya. Redaktur adalah beberapa jurnalis
yang bertanggung jawab atas rubrik tertentu. Sedang yang bertanggung
jawab terhadap isi surat kabar disebut editor. Di samping kemutlakan
adanya peran wartawan, pewarta atau jurnalis yang memburu berita atas
instruksi dari redaktur atau pemimpin redaksi.


* Sistem cetak jarak jauh

Perkembangan teknologi modern (komputer, internet, dll) kini
memungkinkan pencetakan surat kabar secara simultan di beberapa
tempat, sehingga peredaran di daerah-daerah yang jauh dari pusat
penerbitan dapat dilakukan lebih awal.

Misalnya, koran Republika yang pusatnya di Jakarta, melakukan
sistem cetak jarak jauh (SCJJ) di Solo. Koran International Herald
Tribune yang beredar di Indonesia dicetak dan diterbitkan di
Singapura, padahal kantor pusatnya berada di Paris.

Di satu pihak sistem ini menolong beredarnya koran-koran kota besar
di daerah-daerah dengan lebih tepat waktu. Namun di pihak lain,
koran-koran daerah banyak yang mengeluh karena hal ini membuat
koran-koran besar semakin merajai dan mematikan koran-koran
daerah yang lebih kecil.

Format

Surat kabar modern biasanya terbit dalam salah satu dari tiga ukuran:

broadsheet (ukuran besar) (29½ X 23½ inci), biasanya berkesan
lebih intelektual.

tabloid: setengah ukuran broadsheet, dan sering dipandang sebagai
berisi kabar-kabar yang lebih sensasional.

"Berliner" atau "midi" (470×315 mm), yang digunakan surat kabar
di Eropa seperti Le Monde.

Sejak tahun 1980-an, banyak surat kabar yang dicetak berwarna dan
disertai grafis. Ini menunjukkan bahwa tata letak surat kabar semakin
penting dalam menarik perhatian pembaca.

* Oplah

Jumlah kopi surat kabar yang dijual setiap harinya disebut oplah,
dan digunakan untuk mengatur harga periklanan.

* Koran dan politik

Di negara-negara Barat, pers disebut sebagai kekuatan yang keempat,
setelah kaum agamawan, kaum bangsawan, dan rakyat. Istilah ini
pertama kali dicetuskan oleh Thomas Carlyle pada paruhan pertama
abad ke-19. Hal ini menunjukkan kekuatan pers dalam melakukan
advokasi dan menciptakan isu-isu politik. Karena itu tidak
mengherankan bila pers sering ditakuti, atau malah "dibeli"
oleh pihak yang berkuasa.

Di Indonesia, pers telah lama terlibat di dalam dunia politik.
Pada masa penjajahan Belanda pers ditakuti, sehingga pemerintah
mengeluarkan haatzai artikelen, yaitu undang-undang yang mengancam
pers apabila dianggap menerbitkan tulisan-tulisan yang "menaburkan
kebencian" terhadap pemerintah.

Pada masa Orde Lama banyak penerbitan pers yang diberangus oleh
Presiden Soekarno. Namun bredel pers paling banyak terjadi di
bawah pemerintahan Soeharto. Akibatnya banyak wartawan yang harus
menulis dengan sangat berhati-hati. Atau sebaliknya, wartawan
menjadi tidak kritis dan hanya menulis untuk menyenangkan penguasa.
Kondisi demikian berubah menjadi lebih positif, setelah munculnya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang menjamin kebebasan pers.

____________________________________________________________________
Cat :

Rabu, 04 November 2015

Breidel dan Seluk Beluknya

* Pemahman Umum

Breidel adalah istilah dari bahasa Belanda yang berarti
pemberangusan, pelarangan, atau pembatasan terhadap media massa
atau produk pers, yang biasanya mengacu pada barang cetakan,
seperti surat kabar dan buku. Tindakan ini dilakukan oleh
pemerintah atau organisasi tertentu.

Tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers.
Istilah yang lebih umum untuk pelarangan terhadap bentuk-bentuk
ekspresi adalah penyensoran.

* Sejarah Pembreidelan di Indonesia

Pembredelan terhadap pers di Indonesia pada awalnya merupakan
warisan dari Pemerintah Hindia Belanda yang menetapkan Persbreidel-
Ordonantie pada 7 September 1931, seperti yang dimuat dalam
Staatsblad 1931 Nomor 394 dan Staatsblad 1931 Nomor 44.

Dalam peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu,
disebutkan bahwa pihak penguasa sewaktu-waktu dapat bertindak terhadap
surat kabar dan majalah yang isinya dianggap mengganggu ketertiban
umum.

Pihak pencetak, penerbit dan redaksinya tidak akan diberi kesempatan
untuk membela diri atau banding ke pengadilan di tingkat yang
lebih tinggi.

Baru pada tahun 1954 aturan itu dicabut dengan terbitnya UU Nomor 23
tahun 1954. Meskipun begitu pembredelan pers terus berlanjut selama
masa pemerintahan Orde Lama (1967) dan berlanjut sepanjang masa Orde
Baru (1967-1998), yang menyebabkan banyak surat kabar dan majalah
ditutup dan mendapat tekanan untuk tidak memberitakan suatu peristiwa
atau informasi yang secara sepihak oleh penguasa dinilai tidak layak.
______________________________________________________
Cat :

Selasa, 03 November 2015

Dewan Pers dan Seluk Beluknya





















Ket :
Logo Dewan Pers.


Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi
untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia.
Dewan Pers sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1966 melalui Undang-
undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pers, tetapi
pada saat itu Dewan Pers berfungsi sebagai penasehat Pemerintah dan
memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan.

Seiring berjalannya waktu Dewan Pers terus berkembang dan akhirnya
memiliki dasar hukum terbaru yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers. Sejak saat itu, Dewan Pers menjadi sebuah lembaga
independen. Pembentukan Dewan Pers juga dimaksudkan untuk memenuhi
Hak Asasi Manusia (HAM), karena kemerdekaan pers termasuk sebagai
bagian dari HAM. Dewan Pers memiliki wewenang untuk menyelesaikan
sengketa jurnalistik.

Sebagai lembaga independen, Dewan Pers tidak memiliki perwakilan
dari Pemerintah pada jajaran anggotanya. Saat ini, Dewan Pers
diketuai oleh Bagir Manan.




______________________________________________________

Sejarah Dewan Pers Indonesia dari Masa ke Masa
______________________________________________________

* Orde Lama

Dewan Pers pertama kali terbentuk pada tahun 1966 melalui Undang-
undang No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers.
Fungsi dari Dewan Pers saat itu adalah sebagai pendamping Pemerintah
serta bersama-sama membina perkembangan juga pertumbuhan pers di
tingkat nasional. Saat itu, Menteri Penerangan secara ex-officio
menjabat sebagai Ketua Dewan Pers.

* Orde Baru

Pada era orde baru, kedudukan dan fungsi Dewan Pers tidak berubah
yaitu masih menjadi penasehat Pemerintah, terutama untuk Departemen
Penerangan. Hal ini didasari pada Undang-Undang No. 21 Tahun 1982
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Tetapi terjadi perubahan perihal
keterwakilan dalam unsur keanggotaan Dewan Pers seperti yang
dinyatakan pada Pasal 6 ayat (2) UU No. 21 Tahun 1982 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana Telah Diubah Dengan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1967 :

"Anggota Dewan Pers terdiri dari wakil organisasi pers, wakil
Pemerintah dan wakil masyarakat dalam hal ini ahli-ahli di bidang
pers serta ahli-ahli di bidang lain

* Reformasi

Disahkannya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers membuat
berubahnya Dewan Pers menjadi Dewan Pers yang Independen, dapat
dilihat dari Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan :

“Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen
Fungsi Dewan Pers juga berubah, yang dahulu sebagai penasehat
Pemerintah sekarang telah menjadi pelindung kemerdekaan pers.
Tidak ada lagi hubungan secara struktural dengan Pemerintah.

Dihapuskannya Departemen Penerangan pada masa Presiden Abdurrahman
Wahid menjadi bukti. Dalam keanggotaan, tidak ada lagi wakil dari
Pemerintah dalam Dewan Pers.

Tidak ada pula campur tangan Pemerintah dalam institusi dan
keanggotaan , meskipun harus keanggotaan harus ditetapkan melalui
Keputusan Presiden. Untuk Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers, dipilih
melalui mekanisme rapat pleno (diputuskan oleh anggota) dan tidak
dicantumkan dalam Keputusan Presiden. Pemilihan anggota Dewan
Pers independen awalnya diatur oleh Dewan Pers lama. Atang Ruswati
menjabat sebagai Ketua Badan Pekerja Dewan Pers, sebuah badan
bentukan Dewan Pers sebelum dilakukannya pemilihan anggota.

Badan Pekerja Dewan Pers kemudian melakukan pertemuan dengan
berbagai macam organisasi pers juga perusahaan media. Pertemuan
tersebut mencapai sebuah kesepakatan bahwa setiap organisasi
wartawan akan memilih dan juga mencalonkan dua orang dari unsur
wartawan serta dua dari masyarakat.

Setiap perusahaan media juga berhak untuk memilih serta mencalonkan
dua orang yang berasal dari unsur pimpinan perusahaan media juga
dua dari unsur masyarakat. Ketua Dewan Pers independen yang
pertama kali adalah Atmakusumah Astraatmadja.

* Fungsi Dewan Pers

Menurut Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Pers, Dewan Pers
berfungsi sebagai berikut:

Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-
peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
Mendata perusahaan pers.

Dewan Pers bersifat mandiri dan tidak ada lagi bagian pemerintah di
dalam struktur pengurusannya. Otoritas Dewan Pers terletak pada
keinginan redaksi serta perusahaan media pers untuk menghargai
pendapat Dewan Pers serta mematuhi kode etik jurnalistik juga
mengakui segala kesalahan secara terbuka.

* Keanggotaan

Menurut Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Pers [1] , anggota Dewan
Pers dipilih secara demokratis setiap tiga tahun sekali. Anggota
Dewan Pers terdiri atas :

Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi
perusahaan pers; dan
Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan
bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan
organisasi perusahaan pers

Untuk periode 2013-2016, anggota Dewan Pers adalah :

Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L. (unsur tokoh masyarakat) (Ketua)
Margiono (unsur wartawan) (Wakil Ketua)
Dr. Ninok Leksono (unsur tokoh masyarakat)

Nezar Patria, M.Sc. (unsur wartawan)
Imam Wahyudi (unsur wartawan)
I Made Ray Karuna Wijaya (unsur pimpinan perusahaan pers)
Ir. Muhammad Ridlo ‘Eisy, M.B.A (unsur pimpinan perusahaan pers)
Ir. Yosep Adi Prasetyo (unsur tokoh masyarakat)
Jimmy Silalahi (unsur pimpinan perusahaan pers)

* Struktur Kelembagaan

Dewan Pers terdiri atas 4 komisi agar dapat menjalankan fungsinya
dengan baik. Komisi-komisi yang terdapat dalam Dewan Pers adalah :

Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers

Ir Muhammad Ridlo 'Eisy, M.B.A.

Komisi Hukum dan Perundang-Undangan

Ir. Yosep Adi Prasetyo

Komisi Pendidikan dan Pelatihan

Dr. Ninok Leksono

Komisi Hubungan Antarlembaga dan Hubungan Luar Negeri
Nezar Patria, M.Sc.

Dewan Pers juga diizinkan mendirikan perwakilan di sejumlah ibukota
provinsi yang sarat akan media seperti Surabaya, Medan dan Makassar.
Tetapi perwakilan ini hanya berfungsi sebagai penyalur pengaduan publik
terkait pemberitaan di wilayahnya ke Dewan Pers, memberikan saran
terkait sengketa, dan tidak memiliki wewenang untuk memutuskan
sengketa meskipun dapat diikutsertakan dalam sidang-sidang Dewan Pers.

Daftar Ketua Dewan Pers

Untuk periode 1968-1999 masih bersama dengan Menteri Penerangan
yang menjabat secara ex-officio

No Nama Mulai Jabatan Akhir Jabatan
1 Laksda TNI Boediardjo 1968 1973
2 Mashuri, S.H 1973 1978
3 Ali Murtopo 1978 1983
4 Harmoko 1983 1997
5 R. Hartono 1997 1998
6 Alwi Dahlan 1998 1998
7 Letjen. TNI Yunus Yosfiah 1998 1999

Setelah 1999 menjadi Dewan Pers yang independen

No Nama Mulai Jabatan Akhir Jabatan
1 Atmakusumah Astraatmadja 2000 2003
2 Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA 2003 2010
3 Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L. 2010 2016

__________________________________________________________________
Cat :





Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
























* Pemahaman Umum

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
(disingkat Kemkominfo RI) adalah kementerian dalam
Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan komunikasi
dan informatika. Kementerian Komunikasi dan Informatika
sebelumnya bernama "Departemen Penerangan" (1945-1999),
"Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi" (2001-2005),
dan Departemen Komunikasi, dan Informatika (2005-2009).

Kementerian Komunikasi dan Informatika dipimpin oleh
seorang Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
yang sejak tanggal 27 Oktober 2014 dijabat oleh Rudiantara.

* Sejarah

Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia pada
awalnya bernama Departemen Penerangan. Pembentukan
Departemen Penerangan ditandai dengan penetapan
Mr. Amir Sjarifuddin sebagai Menteri Penerangan
oleh PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945.[1]

Ketika Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI pada
tahun 1999, Departemen Penerangan dan Departemen
Sosial dibubarkan. Dalam penjelasan yang diberikan
secara terbuka pada sidang paripurna DPR, pada
pertengahan November 1999, Abdurrahman Wahid
menegaskan bahwa pembubaran itu dilakukan semata-mata
untuk efisiensi dan perampingan kabinet pemerintahan,
sekaligus dalam rangka implementasi sepenuhnya
UU No. 22/1999 tentang otonomi daerah.[2]

Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati, Departemen
Penerangan kembali dihidupkan dengan nama Kementerian
Negara Komunikasi dan Informasi pada tahun 2001.

Saat itu yang ditunjuk sebagai Menteri Negara adalah
Syamsul Mu'arif. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono
menjabat sebagai Presiden, ia mengubah Kementerian
Negara Komunikasi dan Informasi menjadi Kementerian
Komunikasi dan Informasi pada 31 Januari 2015.

* Tugas dan Fungsi

Kementerian Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang komunikasi, dan
informatika dalam pemerintahan untuk membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam
melaksanakan tugas, Kementerian Komunikasi dan
Informatika menyelenggarakan fungsi:

perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
di bidang komunikasi, dan informatika;

pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab Kementerian Komunikasi, dan Informatika;

pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan
Kementerian Komunikasi, dan Informatika;

pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi atas
pelaksanaan urusan Kementerian Komunikasi, dan
Informatika di daerah; dan
pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional

* Struktur organisasi

Struktur organisasi Kementerian Komunikasi dan
Informatika berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 24 Tahun 2010 adalah:

* Sekretariat Jenderal;

Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika;
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika;
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika;
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik;
Inspektorat Jenderal;
Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
Staf Ahli Bidang Hukum;
Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya;
Staf Ahli Bidang Komunikasi, dan Media Massa;
Staf Ahli Bidang Teknologi; dan
Staf Ahli Bidang Politik, dan Keamanan.
______________________________________________________
Cat :