Sheila Coronel, Direktur Philippines Center for Investigative Reporting (PCIJ),
mengatakan bahwa tahapan kegiatan investigative dapat dibagi ke dalam dua
bagian kerja. Bagian pertama merupakan proses penjajakan dan pekerjaan dasar,
sedangkan bagian kedua sudah merupakan penajaman dan pelaksanaan investigasi.
Pada masing-masing bagiannya terbagi ke dalam tujuh kegiatan rinciannya.
Rancangan kegiatan ini, menurut Coronel, merupakan pengaturan sistimatika
kerja wartawan investigatif agar terurut kepada tahapan-tahapan kerja
yang mudah dianalis. Melalui tahapan yang terkenal disebut “2 Bagian + 7
Rincian Langkah Coronel” ini, PCIJ membongkar korupsi, selir-selir dan
istana-istana Presiden Filipina Joseph Estrada sehingga melahirkan people
power yang menggulingkan kekuasaan Estrada.
Bagian Pertama
First Lead (petunjuk awal)
Initial Investigation (investigasi pendahuluan)
Forming an investigative hypothesis (pembentukan hipotesa)
Literature Search (pencarian dan pendalaman bahan tertulis)
Interviewing Experts (wawancara dengan para pakar dan sumber ahli)
Finding a paper trail (penjejakan dokumen-dokumen)
Interviewing key informants and sources/finding people trail (wawancara
dengan sumber-sumber kunci dan saksi-saksi atau penjejakan terhadap
orang-orang yang terlibat.
Bagian Kedua
First hand observation (pengamatan langsung di lapangan)
Organizing files (pengorganisasian file dan dokumen-dokumen)
More interviews (wawancara lebih lanjut, khususnya untuk konfirmasi
dan klarifikasi)
Analyzing and organizing data (analisa dan pengorganisasian data)
Writing (penulisan)
Fact checking (pengecekan fakta)
Libel check (pengecekan terhadap kemungkinan gugatan pencemaran nama baik)
Berikut adalah contoh investigative reporting yang saya lakukan sebagai
final paper kuliah saya di Ateneo de Manila University tahun 2004 lalu.
Kasusnya mengenai obat palsu di Indonesia. Judul paper saya: “Ponstan:
Killing Pain that Cause More Pain”.
Bagian Pertama
- First Lead
Saya mendengar banyak peredaran obat palsu di Indonesia.
- Initial Investigation
Saya ketemu dengan orang yang pernah ketipu beli obat palsu.
- Forming an investigative hypothesis
Betul obat palsu beredar di Jakarta
- Literature Search
Saya mengumpulkan klipping berita dan tulisan mengenai obat palsu.
Saya juga riset internet dan membeli buku-buku terkait dengan obat-obatan.
- Interviewing Experts
Saya melakukan wawancara dengan dr. ahli obat palsu, LBH Kesehatan yang
menerima pengaduan pasien dan pengguna obat palsu, serta LSM Pharmaceuticals
Watch.
- Finding a paper trail (penjejakan dokumen-dokumen)
Saya datang ke Departemen Kesehatan untuk mencari undang-undang mengenai
produksi dan distribusi obat.
- Interviewing key informants and sources/finding people trail.
Saya mewawancarai korban obat palsu, pedagang obat kaki lima, dr. Marius
Wijayarta dari LBH Kesehatan, Armin Pane dari Pharmaceuticals Watch, Ibu
Sulastri dari BPOM, pejabat Gabungan Perusahaan Farmasi,
Bagian Kedua
- First hand observation
Saya menyamar sebagai pembeli di Pasar Pramuka yang menjadi pusat
perdagangan obat-obatan, termasuk yang palsu.
- Organizing files
Saya bikin matrik obat-obat yang dipalsukan, daftar harga resmi dan
daftar harga du Pasar Pramuka.
- More interviews
Saya mewawancarai pejabat PT. Pfizer Indonesia yang memproduksi Ponstan,
obat yang paling banyak dipalsukan di Indonesia.
- Analyzing and organizing data
Setelah di analisa ternyata saya tidak mungkin untuk membongkar pemalsuan
semua jenis obat di Indonesia. Akhirnya saya putuskan untuk konsentrasi
kepada pemalsuan Ponstan saja karena obat itulah yang paling sering
dipalsukan dan paling banyak diminati konsumen.
- Writing
Saya menuliskan temuan-temuan saya ke dalam sebuah laporan investigasi.
- Fact checking
Saya melakukan uji coba laboratorium untuk memastikan obat itu benar-
benar palsu. Dan memang benar palsu.
- Libel check
Saya melakukan konsultasi dengan ahli hukum dan anggota dewan pers
mengenai kemungkinan gugatan pencemaran nama baik.
* Etika dalam Investigative Reporting
Dalam melakukan liputan investigatif, kadang-kadang wartawan melakukan
penyamaran (going undercover) dan tidak mengungkapkan kepada narasumber
bahwa mereka adalah reporter.
Untuk mengetahui bagaimana bisnis narkoba dan kehidupan dalam penjara,
seorang reporter di Chicago melamar dan mendapatkan pekerjaan sebagai
penjaga keamanan di penjara. Untuk mengecek bagaimana pengamanan bandara
terhadap terorisme, seorang wartawan memakai tanda pengenal palsu sebagai
petugas bandara dan dengan mudahnya memasuki akses-akses di kawasan
terlarang termasuk bagasi pesawat.
Pernah wartawan televisi CBS melakukan investigasi terhadap jaringan
swalayan Food Lions di Amerika Serikat. Ada informasi awal bahwa Food
Lions menjual daging kadaluwarsa dengan mengubah tanda layak dikonsumsi.
Si wartawan melamar menjadi pelayan dan memasang sebuah kamera terselebung
(hidden camera) yang disembunyikan di rambut kribonya.
Setelah dipublikasikan, Food Lions menggugat televisi CBS. Tuduhannya
bukan menyiarkan berita bohong, melainkan si wartawan telah melanggar
hukum dengan mendapatkan berita dengan cara kriminal.
Ketika melamar jadi pelayan, si wartawan membuat pernyataan bahwa
dia sedang tidak bekerja di tempat lain. Penggunaan hidden camera
bukan saja dianggap tidak etis, tapi juga tindakan kejahatan memata-
matai.
CBS juga dituding menayangkan berita tersebut tanpa konfirmasi, sehingga
berita itu dianggap sepihak. Ini melanggar kode etik bahwa wartawan
harus menulis berita secara seimbang.
Hakim memutuskan agar CBS membayar ganti rugi kepada Food Lions.
Intinya, wartawan dalam melakukan investigative reporting tidak bisa
bergaya Machiaveli yang menghalalkan segala cara. Dalam meliput
sekalipun menggunakan teknik-tekni pengusutan, wartawan mesti
mempertimbangkan moral, etika dan hukum. Jangan sampai karena laporan
investigasinya, wartawan harus berurusan dengan pengadilan, di penjarakan
atau bahkan di-Udin-kan.
____________________________________________________________
Cat :
http://www.andreasharsono.net/1999/02/apa-itu-investigative-reporting.html
mengatakan bahwa tahapan kegiatan investigative dapat dibagi ke dalam dua
bagian kerja. Bagian pertama merupakan proses penjajakan dan pekerjaan dasar,
sedangkan bagian kedua sudah merupakan penajaman dan pelaksanaan investigasi.
Pada masing-masing bagiannya terbagi ke dalam tujuh kegiatan rinciannya.
Rancangan kegiatan ini, menurut Coronel, merupakan pengaturan sistimatika
kerja wartawan investigatif agar terurut kepada tahapan-tahapan kerja
yang mudah dianalis. Melalui tahapan yang terkenal disebut “2 Bagian + 7
Rincian Langkah Coronel” ini, PCIJ membongkar korupsi, selir-selir dan
istana-istana Presiden Filipina Joseph Estrada sehingga melahirkan people
power yang menggulingkan kekuasaan Estrada.
Bagian Pertama
First Lead (petunjuk awal)
Initial Investigation (investigasi pendahuluan)
Forming an investigative hypothesis (pembentukan hipotesa)
Literature Search (pencarian dan pendalaman bahan tertulis)
Interviewing Experts (wawancara dengan para pakar dan sumber ahli)
Finding a paper trail (penjejakan dokumen-dokumen)
Interviewing key informants and sources/finding people trail (wawancara
dengan sumber-sumber kunci dan saksi-saksi atau penjejakan terhadap
orang-orang yang terlibat.
Bagian Kedua
First hand observation (pengamatan langsung di lapangan)
Organizing files (pengorganisasian file dan dokumen-dokumen)
More interviews (wawancara lebih lanjut, khususnya untuk konfirmasi
dan klarifikasi)
Analyzing and organizing data (analisa dan pengorganisasian data)
Writing (penulisan)
Fact checking (pengecekan fakta)
Libel check (pengecekan terhadap kemungkinan gugatan pencemaran nama baik)
Berikut adalah contoh investigative reporting yang saya lakukan sebagai
final paper kuliah saya di Ateneo de Manila University tahun 2004 lalu.
Kasusnya mengenai obat palsu di Indonesia. Judul paper saya: “Ponstan:
Killing Pain that Cause More Pain”.
Bagian Pertama
- First Lead
Saya mendengar banyak peredaran obat palsu di Indonesia.
- Initial Investigation
Saya ketemu dengan orang yang pernah ketipu beli obat palsu.
- Forming an investigative hypothesis
Betul obat palsu beredar di Jakarta
- Literature Search
Saya mengumpulkan klipping berita dan tulisan mengenai obat palsu.
Saya juga riset internet dan membeli buku-buku terkait dengan obat-obatan.
- Interviewing Experts
Saya melakukan wawancara dengan dr. ahli obat palsu, LBH Kesehatan yang
menerima pengaduan pasien dan pengguna obat palsu, serta LSM Pharmaceuticals
Watch.
- Finding a paper trail (penjejakan dokumen-dokumen)
Saya datang ke Departemen Kesehatan untuk mencari undang-undang mengenai
produksi dan distribusi obat.
- Interviewing key informants and sources/finding people trail.
Saya mewawancarai korban obat palsu, pedagang obat kaki lima, dr. Marius
Wijayarta dari LBH Kesehatan, Armin Pane dari Pharmaceuticals Watch, Ibu
Sulastri dari BPOM, pejabat Gabungan Perusahaan Farmasi,
Bagian Kedua
- First hand observation
Saya menyamar sebagai pembeli di Pasar Pramuka yang menjadi pusat
perdagangan obat-obatan, termasuk yang palsu.
- Organizing files
Saya bikin matrik obat-obat yang dipalsukan, daftar harga resmi dan
daftar harga du Pasar Pramuka.
- More interviews
Saya mewawancarai pejabat PT. Pfizer Indonesia yang memproduksi Ponstan,
obat yang paling banyak dipalsukan di Indonesia.
- Analyzing and organizing data
Setelah di analisa ternyata saya tidak mungkin untuk membongkar pemalsuan
semua jenis obat di Indonesia. Akhirnya saya putuskan untuk konsentrasi
kepada pemalsuan Ponstan saja karena obat itulah yang paling sering
dipalsukan dan paling banyak diminati konsumen.
- Writing
Saya menuliskan temuan-temuan saya ke dalam sebuah laporan investigasi.
- Fact checking
Saya melakukan uji coba laboratorium untuk memastikan obat itu benar-
benar palsu. Dan memang benar palsu.
- Libel check
Saya melakukan konsultasi dengan ahli hukum dan anggota dewan pers
mengenai kemungkinan gugatan pencemaran nama baik.
* Etika dalam Investigative Reporting
Dalam melakukan liputan investigatif, kadang-kadang wartawan melakukan
penyamaran (going undercover) dan tidak mengungkapkan kepada narasumber
bahwa mereka adalah reporter.
Untuk mengetahui bagaimana bisnis narkoba dan kehidupan dalam penjara,
seorang reporter di Chicago melamar dan mendapatkan pekerjaan sebagai
penjaga keamanan di penjara. Untuk mengecek bagaimana pengamanan bandara
terhadap terorisme, seorang wartawan memakai tanda pengenal palsu sebagai
petugas bandara dan dengan mudahnya memasuki akses-akses di kawasan
terlarang termasuk bagasi pesawat.
Pernah wartawan televisi CBS melakukan investigasi terhadap jaringan
swalayan Food Lions di Amerika Serikat. Ada informasi awal bahwa Food
Lions menjual daging kadaluwarsa dengan mengubah tanda layak dikonsumsi.
Si wartawan melamar menjadi pelayan dan memasang sebuah kamera terselebung
(hidden camera) yang disembunyikan di rambut kribonya.
Setelah dipublikasikan, Food Lions menggugat televisi CBS. Tuduhannya
bukan menyiarkan berita bohong, melainkan si wartawan telah melanggar
hukum dengan mendapatkan berita dengan cara kriminal.
Ketika melamar jadi pelayan, si wartawan membuat pernyataan bahwa
dia sedang tidak bekerja di tempat lain. Penggunaan hidden camera
bukan saja dianggap tidak etis, tapi juga tindakan kejahatan memata-
matai.
CBS juga dituding menayangkan berita tersebut tanpa konfirmasi, sehingga
berita itu dianggap sepihak. Ini melanggar kode etik bahwa wartawan
harus menulis berita secara seimbang.
Hakim memutuskan agar CBS membayar ganti rugi kepada Food Lions.
Intinya, wartawan dalam melakukan investigative reporting tidak bisa
bergaya Machiaveli yang menghalalkan segala cara. Dalam meliput
sekalipun menggunakan teknik-tekni pengusutan, wartawan mesti
mempertimbangkan moral, etika dan hukum. Jangan sampai karena laporan
investigasinya, wartawan harus berurusan dengan pengadilan, di penjarakan
atau bahkan di-Udin-kan.
____________________________________________________________
Cat :
http://www.andreasharsono.net/1999/02/apa-itu-investigative-reporting.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar