Rabu, 14 Oktober 2015

Sejarah Investigative Journalism


Di Amerika Serikat, jurnalisme investigasi sudah berkembang sejak 1990-an.
Presiden Theodore Roosevelt mengatakan sejak tahun 1900 para wartawan
penyelidik (waktu itu disebut muckrakers) sudah “sangat sibuk menyoroti
kotoran (muck) dan tidak melihat sisi-sisi positif lain dari kehidupan
birokrasi dan bisnis Amerika”.

Mereka dengan semangat jihad mengekpos perilaku anti social, kolusi,
korupsi dan nepotisme di pemerintahan dan dunia bisnis Amerika.
Mereka mencari-cari, membalikan setiap batu untuk melihat apa yang
terjadi di sebaliknya. Mereka membuka apa saja yang tertutup dan
ditutup-tutupi, untuk menunjukkan adanya korupsi di kalangan yang
kuasa dan punya harta.

Investigative reporting berkembang seiring dengan kebutuhan akan pers
yang bebas dan terbuka. Joseph Pulitzer pernah mengatakan bahwa dalam
suatu negara demokrasi, satu-satunya cara agar kehidupan ideal
terjaga adalah dengan memberi informasi kepada publik apa saja yang
tengah terjadi di masyarakat dan di tingkat elite.

Menurut Pulitzer, masalah kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan,
bukanlah hal yang perlu dirahasiakan.

“Get these things out in the open, describe them, attack them,
ridicule them in the press, and sooner or later public opinion will
sweep them away,” katanya.

Sejarah mencatat pada tahun 1904, Ida Tarbell, wartawan New York Tribune,
membongkar praktek bisnis curang industriawan minyak Amerika,
John D Rockefeller, boss dari Standard Oil Company. Perusahaan
Rockefeller dilaporkan Ida telah melakukan akuisisi dan monopoli
perusahaan-perusahaan minyak secara menyimpang.

Rockefeller menggugat laporan hasil investigative wartawan yang
disebut sebagai Queen of Muckrakers itu ke pengadilan. Namun Mahkamah
Agung AS di bulan Mei 1911 memenangkan Ida Tarbel dan memecah Standard
Oil Company menjadi 36 perusahaan. Beberapa perusahaan eks Standard
Oil yang masih berkembang sampai sekarang antara lain Exxon, Mobil,
Chevron dan Amoco.

I.F. Stone (1907-1989) adalah wartawan penyelidik AS yang juga sangat
kondang dengan pernyataannya yang sering dikutip banyak orang:
“All governments are run by liars”. Lewat tulisan hasil investigasinya,
Stone mengungkap kebohongan-kebohongan pemerintahan Amerika, termasuk
dalam Perang Vietnam.

Ketika Presiden Lyndon B Johnson berniat melakukan eskalasi ancaman
perang di Vietnam, pada 23 Desember 1963, Stone memperingatkan dalam
tulisannya bahwa “The War in Vietnam is being lost”. Namun, peringatan
Stone itu tidak popular dan tidak digubris oleh Presiden Johnson.

Patut dicatat bahwa peringatan Stone itu ditulis satu tahun sebelum
kasus Teluk Tonkin (kebohongan yang direkayasa militer AS) menjerumuskan
AS dalam Perang Vietnam, dan hampir 10 tahun sebelum tentara AS ditarik
pulang dengan kekalahan yang memalukan. Tulisan Stone itu ditulis
sebelum 55.000 tentara AS tewas di Vietnam!

Jessica Mitford (1917-1996) terkenal dengan laporan investigasinya
mengenai penipuan dibalik mahalnya ongkos pemakaman di Amerika Serikat.
Tulisannya tentang The American Way of Death di majalah Atlantic tahun
1970 menggegerkan Amerika.

Koran The New York Times menulis bahwa “Pena Mitford lebih tajam dari
sebuah pedang”. Pemakaman di Amerika, seperti laporan investigasi Mitford,
telah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Dibutuhkan ribuan dolar
untuk mengurus jenazah, sehingga Mitford bertanya: “Can you afford to die?”.

Sangat ironis proses pemakaman wartawan yang meninggal dunia 23 Juli 1996
ini. Ketika masih hidup dan teman-temannya menanyakan prosesi pemakaman
apa yang diinginkannya jika wafat, Mitford dengan bercanda mengatakan
ingin “ditarik enam kuda hitam” dan dibalsem supaya “kelihatan 20 tahun
lebih muda” (seperti bunyi iklan pemakaman termahal).

Memang, teman-temannya menyelenggarakan prosesi penarikan jezanah
Mitford dengan kereta yang ditarik enam kuda hitam, namun faktanya
prosesi pemakanan wartawan itu dilakukan dengan biaya termurah,
yakni hanya 475 dolar saja. Caranya, mayat Mitford dibakar. Tentu
saja tanpa pembalseman!

Seymour Hersh adalah veteran wartawan investigative yang sampai saat
ini laporannya selalu menggegerkan dunia. Terakhir, di majalah The New
Yorker dua bulan lalu, Hersh mengungkapkan bahwa setelah berhasil di
Afghanistan dan Irak, AS mengincar Iran.

Bahkan pesawat-pesawat siluman AS sudah melakukan pengintaian di wilayah
udara Iran sejak setahun lalu. Sebelumnya, Hersh mengungkapkan bahwa
tuduhan AS bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal adalah akal-akalan
untuk membenarkan rencana tindakan militer yang memang sudah direncanakan
sebelumnya oleh kelompok garis keras para pembantu Presiden Bush.

Pada tahun 1970, Hersh mendapat hadiah Pulitzer Prize untuk laporan
investigasinya mengenai pembantaian My Lai di Vietnam. Pada 16 Maret 1968,
tentara-tentara AS yang masih remaja, karena kepanikan dan ketakutan
menembak mati puluhan penduduk tak berdosa, perempuan dan anak-anak,
tua dan muda karena mengira mereka adalah Vietcong.

Bicara Investigative Reporting tidak lengkap jika tak menyinggung kasus
Watergate. Para pakar menyebut Watergate sebagai symbol kekuatan
investigative reporting. Dua orang wartawan Washington Post, Bob
Woodward dan Carl Bernstein, pada rahun 1972 mengekpos praktek politik
curang Partai Republik terhadap lawannya Partai Demokrat.

Kasus Watergate menjadi mithos popular bahwa pena seorang wartawan
bisa menjatuhkan presiden dari sebuah negara terkuat di dunia.

Presiden Richard Nixon dipaksa mengundurkan diri setelah kasus
penyadapan di markas kampanye Partai Demokrat di Gedung Watergate,
Washington, diungkap habis-habisan oleh Woodward dan Bernstein.

Mulanya kasus itu seperti pencurian biasa. Namun kedua wartawan Washington
Post mencium adanya keanehan-keanehan. Lalu, dengan teknik pengusutan,
Woodward dan Bernstein berhasil membuktikan bahwa pelaku pencurian itu
terkait dengan “All the President’s Men” di Gedung Putih
_______________________________________________________
Cat :
http://www.andreasharsono.net/1999/02/apa-itu-investigative-reporting.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar